Pages

Monday, January 11, 2016

Kaitan antara silaturrahim,rezeki dan umur manusia






A.    Latar belakang
Dalam kitab-kitab hadits banyak kami temukan hadits-hadits yang berkaitan dengan silaturrahim. Namun ada salah satu hadits yang kami anggap menarik untuk dibahas pada makalah kami ini, yaitu hadits tentang silaturahmi yang dapat memperpanjang umur dan dilapangkan rizki  [1].
          مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ     
Artinya: “Barangsiapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturahim.”
Setelah membaca hadits diatas, mungkin bukan hanya kami yang akan timbul pertanyaan “Benarkah hanya dengan bersilaturahmi dapat memperpanjang umur, lantas umur  yang bagaimanakah yang di maksud hadits ini ? Bukankah umur sudah ditakdirkan tidak bisa bertambah atau bahkan berkurang [2] ?
Makalah ini kami susun untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas dan membahas lebih dalam makna memeperpanjangkan umur dalam hadist tersebut.
B.    Rumusan masalah

Dari latar belakang tersebut, kita dapat mengambil rumusan masalah, yaitu : Maksud dari memperpanjang umur dan apa-apa saja pendapat dari ulama berkaitan hadist tersebut.

C.    Tujuan

Sebagai pendalaman tentang penafsiran dari sebuah hadist bagi kami sebagai penyusun makalah dan juga bagi para pembaca.




Keutamaan Silaturrahmi
Sabda Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam ,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturahim.”
Imam Nawawi berkata, arti “al atsar” dalam hadits tersebut adalah “umur”, karena umur itu mengikuti hidup dalam bekasnya. sedangkan “melapangkan rezeki” artinya meluaskan/memperbanyak rezeki. ada yang berpendapat “berkah dari rezeki itu”.
Hadits yang agung ini memberikan salah satu gambaran tentang keutamaan silaturahim, yaitu dipanjangkan umur pelakunya dan dilapangkan rezekinya. Adapun penundaan ajal atau perpanjangan umur, terdapat satu permasalahan; yaitu bagaimana mungkin ajal diakhirkan? Bukankah ajal telah ditetapkan dan tidak dapat bertambah dan berkurang sebagaimana firmanNya,

فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَيَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَيَسْتَقْدِمُونَ
Artinya: “…Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya meski sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS Al A’raf: 34).
Jawaban para ulama tentang masalah ini sangatlah beragam, diantaranya:
1.     Yang dimaksud dengan tambahan umur disini ialah barakah diumurnya, yaitu diberi taufik untuk melakukan ketaatan-ketaatan dan memakmurkan waktu-waktunya dengan apa-apa yang bermanfaat untuk akhirat serta menjaga dari menyia-nyiakan waktu tersebut.
2.     Berkaitan dengan ilmu yang ada pada malaikat yang terdapat di lauh mahfudz dan semisalnya. Misalnya  usia si fulan tertulis dalam lauh mahfuzh berumur 60 tahun. Akan tetapi jika dia menyambung silaturahim, maka akan mendapatkan tambahan 40 tahun, tapi hanya Allah yang tahu sedangkan malaikat tidak tahu. Inilah makna firman Allah Ta’ala ,
 يَمْحُو اللهُ مَايَشَآءُ وَيُثْبِتُ
Artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).” (Qs Ar Ra’d: 39).
Jadi, yang dimaksud dengan menghapuskan dan menetapkan dalam ayat itu ialah yang ada dalam ilmu malaikat. Adapun yang ada di lauh mahfuzh itu, merupakan ilmu Allah yang tidak akan ada penghapusan (perubahan) selama-lamanya. Itulah yang disebut dengan al qadha al mubram (takdir atau putusan yang pasti). Sedangkan yang pertama (ilmu malaikat) disebut al qadha al mu’allaq (takdir atau putusan yang masih menggantung).
3.     Maksud dari “yunsa-alahu fii  atsarihi” ialah orang yang sudah meninggal namanya tetapi tetap diingat kebaikan-kebaikannya dan dipuji. Sehingga seolah-olah  ia tidak pernah mati. Wallahu a’lam  [3].
Demikian pula Imam Ibnu Taimiyah berkomentar tentang permasalahan ini dengan pernyataanbeliau:
adapun firman allah ta’ala ,
 وَمَايُعَمَّرُ مِن مُّعَمَّرٍ وَلاَيُنقَصُ مِنْ عُمُرِهِ …..
Arinya: “dan sekali-kali tidak diperpanjang umur seorang yang berumur panjang, dan tidak pula dikurangi umurnya…… ” (Qs Fathir:11).
Kalangan yang meyakini benarnya jumlah umur yang bertambah karena silaturahmi berdasarkan pemikiran bahwa Allah telah menetapkan ajal hamba dalam catatan malaikat. Apabila ia menyambung silaturahim, maka akan ditambahkan pada apa yang tertulis dalam catatan malaikat tersebut. Jika ia melakukan amalan yang menyebabkan umurnya berkurang, maka akan dikurangkan dari apa yang telah tertulis tersebut. Pandangan ini berdasarkan apa yang ada dalam sunan tirmidzi dan lainnya dari nabi shallallahu’alaihi wasallam , beliau bersabda,
 أَنَّ آدم لَمَّا طَلَبَ مِنَ اللهِ أَنْ يُرَيَهُ صُوْرَةَ الأَنْبِيَاءِ مِنْ ذُرِّيَتِهِ فَأَرَاهُ إِيَاهُمْ فَرَأَى فِيْهِمْ رَجُلاً لَهُ  بَصِيْصٌ فَقَالَ مَنْ هَذَا يَا رَبِّ؟ فَقَالَ ابْنُكَ دَاوُد فَقَالَ فَكَمْ عُمْرُهُ؟ قَالََ أَرْبَعِوْنَ سَنَةً قَالَ وَكَمْ عُمْرِيْ ؟ قَالَ أَلْفُ سَنَةٍ قَالَ فَقَدْ وَهَبْتُ لَهُ مِنْ عُمْرِي سِتِّينَ سَنَةً فَكَتَبَ عَلَيْهِ كِتَابٌ وَشَهِدَتْ عَلَيْهِ الْمَلاَئِكَةُ فَلَمَّا حَضَرَتِ الْوَفَاةُ قَالَ قَدْ بَقِيَ مِنْ عُمْرِي سِتُُّوْنَ سَنَةً قَالُوْا قَدْ وَهَبْتَهَا لإِبْنِكَ دَاوُدَ فَأَنْكَرَ ذَلِكَ فَأَخْرَجُوْا الْكِتَابَ قَالَ النَّبِيِّ : فنُسِّيَ آدَمُ فَنُسِّيَتْ ذُرِّيَّتُهَُوَجَحَدَ آدَمُ فَجَحَدَتْ ذُرِّيَّتُهُ
Artinya: “sesungguhnya adam ketika meminta kepada allah agar diperlihatkan kepadanya wajah-wajah para nabi dari keturunannya, maka allah pun memperlihatkannya. Kemudian dia melihat seorang laki-laki yang memiliki cahaya. Adam bertanya,”ya rabbi, siapakah ini?” Allah menjawab,”anakmu, daud.” Lalu beliau bertanya lagi,”berapa umurnya?” Dijawab,”umurnya 40 tahun” , beliau bertanya lagi,”berapa umur saya?” Dijawab,”seribu tahun”, adam berkata,”saya berikan enam puluh tahun umur saya kepadanya.” Maka ditulis atasnya suatu kitab yang disaksikan oleh malaikat. Sehingga ketika akan meninggal dia berkata,”umur saya masih tersisa enam puluh tahun.” Malaikat menjawab,”kamu telah memberikannya kepada anakmu daud.” Lalu adam mengingkarinya dan dikeluarkanlah kitab tadi. Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “adam telah lupa, maka anak keturunannya pun (punya sifat) lupa. Dan adam telah mengingkari, maka anak keturunannya pun (punya sifat) mengingkari.” [4]
Dan telah diriwayatkan, bahwa umur adam disempurnakan. Demikian juga umur daud telah ditetapkan empat puluh tahun, kemudian ditambah [5] enam puluh tahun. Allah telah mengetahui apa yang sudah terjadi, yang sedang terjadi dan yang belum terjadi, dan seandainya terjadi bagaimana cara terjadinya. Allah mengetahui apa yang telah ditulis bagi seorang hamba, dan apa yang akan ditambahkan kepadanya. Sedangkan para malaikat tidak mengetahui, kecuali apa yang telah Allah beritahukan kepada mereka. Allah mengetahui segala sesuatu sebelum dan sesudah terjadinya. Oleh karena itu para ulama mengatakan, bahwa penghapusan dan penetapan itu terjadi pada catatan malaikat. Adapun ilmu Allah, maka tidak akan berbeda dan tidak ada yang baru yang belum diketahuinya. Sehingga tidak ada penghapusan dan penetapan. [6]
Akan tetapi jika kita teliti hadits tersebut, dapat kita simpulkan dengan jelas bahwa tambahnya umur Nabi Daud bukan karena disebabkan oleh silaturahmi yang dilakukannya,akan tetapi jauh sebelum ia diciptakan, atas dasar permintaan Nabi Adam. Jadi kurang pas kiranya jika hadits tersebut dikaitkan dengan hadits silaturahmi yang dapat memperpanjangkan umur.
Untuk mancari titik temu kedua permasalahan ini dapat kita analogikan. Pertama, tambahan (umur) yang dimaksud yaitu kinayah dari usia yang diberi berkah, karena mendapat taufiq (kemudahan) menjalankan ketaatan, menyibukkan waktunya dengan hal yang bermanfaat di akhirat, serta menjaga waktunya dari kesia-siaan. Hal ini seperti sabda nabi shallallahu’alaihi wasallam , bahwa umur umat ini lebih pendek dibandingkan umur umat-umat yang terdahulu. Tetapi kemudian Allah menganugerahi lailatul qadar (malam qadar).
Abdurrahman bin Auf ra. Mengatakan bahwa dia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Allah SWT berfirman,”Aku adalah ar-Rahman (Maha Pengasih). Aku telah menciptakan rahim (kandungan), aku mengambilkan nama tersebut dari nama-ku. Siapa yang menyambungkan hubungan kekeluargaan. Maka aku kan hubungkan kekeluargaan dengan (rahmat)-ku, dan barang siapa memutuskan hubungan kekeluargaan, maka Aku akan memutuskan dari(rahmatku). ”(HR.Abu Daud dan at – Tirmidzi)[7]
Kedua, Mengenai janji Allah untuk menangguhkan atsar lantaran adanya silaturahmi, sebenarnya atsar itu bila kita tafsirkan sebagai kenangan baik setelah kematian maka penangguhannya berarti diakhirkan dan dipanjangkan. Mulut orang-orang tidak akan berhenti memuji dan mendoakan  kebaikan kepadanya, karena ia telah menyambung tali kekerabatan. Bisa jadi kenangan ini akan terus berlanjut hingga sekian lama sekan-akan jiwanya yang pengasih itu kekal di alam kehidupan.Tapi bila ajal itu kita tafsirkan sebagai sisa usia, maka zahir dari hadits ini bermakna bahwa ajal akan dengan sendirinya memanjang dengan silaturahmi..[8]

Penafsiran yang paling logis adalah pemanjangan ajal ini dengan barakah selama perjalanan usianya, dimana Allah mengaruniakannya kekuatan di dalam tubuhnya, dengan amal perbuatan yang baik, Itulah kehidupan yang panjang meski dalam perhitungan usia hanya sebentar. Karena memang ukuran sebenarnya untuk kehidupan yang diberkati itu bukan bulan ataupun tahun, tetapi keagungan amal perbuatan dan banyaknya pengaruh yang ditanamkan
. Berapa banyak orang yang berusia tidak panjang namun seakan-akan ia telah hidup ditengah-tengah kita berabad-abad karena banyaknya yang telah ia perbuat dan besarnya nilai yang ia tinggalkan. Sesungguhnya berkah dalam usia merupakan janji Allah  atas orang yang menyambung tali silaturahmi, jelaslah, bahwa para ulama rahimahumullah mempunyai tiga pendapat dalam menafsirkan penambahan umur. Pendapat pertama, barakah. Pendapat kedua, perpanjangan hakiki atau sesungguhnya. Pendapat ketiga, keharuman nama setelah meninggalnya.
Akhirnya, inti yang wajib kita jadikan jalan keluar dari perselisihan makna memanjangkan umur baik bermakna hakikat ataupun majaz (kiasan), yaitu memperpanjang umur tersebut dengan menggunakan dan menghabiskannya untuk mendapatkan tambahan kebaikan. Adapun seseorang yang panjang umurnya tetapi jelek amalannya, maka ia termasuk sejelek-jelek orang, sebagaimana sabda nabi shallallahu’alaihi wasallam dalam hadits abu bakrah radhiyallahu’anhu.
Seperti yang telah disinggung oleh hadist:
Pertama. Silaturahmi merupakan salah satu tanda dan kewajiban iman. Sebagaimana dijelaskan rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dalam hadits abu hurairah, beliau bersabda,
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “barangsiapa yang beriman kepada allah dan hari akhir, hendaklah bersilaturahmi.” (mutafaqun ‘alaihi).
Kedua. Mendapatkan rahmat dan kebaikan dari allah ta’ala . Sebagaimana sabda beliau shallallahu’alaihi wasallam ,
خَلَقَ اللَّهُ الْخَلْقَ فَلَمَّا فَرَغَ مِنْهُ قَامَتْ فَقَالَتْ هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ مِنْ الْقَطِيعَةِ قَالَ أَلَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ قَالَتْ بَلَى يَا رَبِّ
Artinya: “allah menciptakan makhluknya, ketika selesai menyempurnakannya, bangkitlah rahim dan berkata,”ini tempat orang yang berlindung kepada engkau dari pemutus rahim.” Allah menjawab, “tidakkah engkau ridha, aku sambung orang yang menyambungmu dan memutus orang yang memutusmu?” Dia menjawab,“ya, wahai rabb.”” (mutafaqun ‘alaihi).
Ibnu abi jamrah berkata,“kata ‘allah menyambung’, adalah ungkapan dari besarnya karunia kebaikan dari allah kepadanya.”
Sedangkan imam nawawi menyampaikan perkataan ulama dalam uraian beliau,“para ulama berkata, ‘hakikat shilah adalah kasih-sayang dan rahmat. Sehingga, makna kata ‘allah menyambung’ adalah ungkapan dari kasih-sayang dan rahmat allah.” [lihat syarah beliau atas shahih muslim 16/328-329]
Ketiga. Silaturahmi adalah salah satu sebab penting masuk syurga dan dijauhkan dari api neraka. Sebagaimana sabda beliau shallallahu’alaihi wasallam,
Artinya: “dari abu ayub al anshari, beliau berkata, seorang berkata,”wahai rasulullah, beritahulah saya satu amalan yang dapat memasukkan saya ke dalam syurga.” Beliau shallallahu’alaihi wasallam menjawab,“menyembah allah dan tidak menyekutukannya, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan bersilaturahmi.”” (diriwayatkan oleh jama’ah).
Silaturahmi adalah ketaatan dan amalan yang mendekatkan seorang hamba kepada allah ta’ala, serta tanda takutnya seorang hamba kepada allah. Sebagaimana firman allah ta’ala (yang artinya), “dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk.” (qs arra’d 13:21).
Demikianlah sebagian keutamaan silaturahim. Tentunya tidak seorangpun dari kita yang ingin melewatkan keutamaan ini. Apalagi bila melihat akibat buruk dan adzab pedih yang allah ta’ala siapkan bagi orang yang memutus tali silaturahim. Karenanya, orang-orang shalih dari pendahulu umat ini membiasakan diri menyambung silaturahim, walaupun sulit sarana komunikasi pada jaman mereka. Sedangkan pada zaman sekarang ini, dengan tercukupinya sarana transportasi dan komunikasi, semestinya membuat kita lebih aktif melakukan silaturahim.
Hubungan tersebut dapat dilakukan dengan hanya mengucapkan salam. Apa beratnya mempergunakan telepon untuk menghubungi salah satu kerabat kita dan mengucapkan salam kepadanya?
Ibnu abbas radhiyallahu’anhu meriwayatkan, rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
 بَلُوْا أَرحَامَكُمْ وَلَوْ بِالسَّلاَمِ
Artinya: “sambunglah keluargamu meskipun dengan salam.[9]

Mungkin ada yang mengatakan, di antara penyebab terputusnya silaturahmi ialah banyaknya kesibukan manusia pada hari ini, keluasan wilayah, buruknya pengaturan dan manajemen waktu, kurang begitu mengerti besarnya dosa memutuskan silaturahim. Tetapi orang yang memperhatikan keadaan semisal abu bakar dan umar al faruq radhiyallahu’anhuma . Pada masa pemerintahannya, meskipun banyak beban yang harus dipikul di pundak mereka dan belum lengkapnya sarana transformasi dan komunikasi modern, akan tetapi mereka tetap memiliki waktu untuk mengunjungi kerabatnya dan membantu tetangganya. Sedangkan diri kita sering mengunjugi dan bercengkrama dengan sahabat-sahabat, tetapi tidak pernah memasukkan ke dalam agenda kegiatan untuk berkunjung ke salah satu kerabat, meskipun satu kali dalam sebulan.



PENUTUP
Dari pembahasan hadits tadi dapat di simpulkan bahwasanya dikehidupan yang terbatas ini, terbatas dengan beberapa tahun, minggu, hari, jam, bahkan detik , Hendaklah kita bersemangat memanfaatkan umur dengan amal kebaikan salah satunya dengan silaturahmi. Ketahuilah, barangsiapa yang menyambungnya, niscaya Allah Ta’ala akan berhubungan dengannya. Dan barangsiapa memutuskannya, maka Allah pun akan memutuskan hubungan dengannya.

MAKALAH
SILATURRAHIM,
REZEKI, DAN UMUR MANUSIA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi
Dosen Pembimbing: K.H. Jamal Abdul Natsir


Oleh:
Fila Safia
Silvy El Romlah


INSTITUT DIROSAT ISLAMIYAH AL-AMIEN PRENDUAN SUMENEP MADURA
TAHUN 2012



DAFTAR PUSTAKA

·       Sayyid, Majdi Fathi. 2000. Amal yang dibenci dan dicintai Allah, Jakarta:Gema Insani Press.
·       Atha, AbdulQadir Ahmad. 1992.  AdabunNabi, Beirut:Pustaka Azzam



[1] حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ.
[2] Qs.al-A’raf: 37
[3] [Shahih Muslim dengan Syarah Nawawi, bab Shilaturrahim Wa Tahrimu Qathi’atiha (16/114)]
[4] [riwayat tirmidzi dalam tafsir surat al a’raf dan dia berkata,”hadits ini hasan gharib dari jalan ini (11/196). Berkata al arnauth dalam jami’ul ushul (2/141). Diriwayatkan oleh al hakim, dan beliau menshahihkannya serta disepakati oleh adz dzahabi. Syeikh al albani menshahihkannya dalam shahihul jami' no. 5209]
[5] barangkali yang benar adalah,“ditambah baginya” sebagai ganti dari “dijadikannya”, karena adam as telah memberikan kepada daud 60 tahun dari umurnya, sehingga umur daud menjadi 100 tahun bukan 60 tahun]


[6][majmu’ fatawa ibnu taimiyyah (14/490)]
[7] Majdi Fathi Sayyid, Amal Yang Dicintai Dan Dibenci Allah(Jakarta: Gema Insani,1998) Hal.101
[8] Abdul Qadir Ahmad Atha, Adabun Nabi(Beirut: Pustaka azzam,1992)Hal:140
[9] [riwayat al bazzar, ath thabrani dan al baihaqi. Berkata al munawi dalam faidhul qadir, “berkata al-bukhari,’semua jalannya dha’if, akan tetapi saling menguatkan (3/207)’.” Al albani menghasankannya dalam shahihul jami' no. 2838]




No comments:

Post a Comment